Selasa, 01 November 2016

"Ketika Politik Sudah Masuk ke Dalam Ranah Agama".

(28/10/2016) Mungkin itu judul yang tepat untuk menggambarkan apa yang gua denger dan lihat, tadi. Di khutbah sholat jum'at yg seharusnya khitmat, adem, dan penuh siraman rohani. tapi, ini malah kebalikannya, kejadian yg belum lama gua lihat & denger sendiri tadi, seorang khotib secara jelas, tegas, dan penuh ekspresi, mengungkapkan opini pribadi nya tentang pilkada dki 2017, padahal #fyi daerah gua itu bukan wilayah jakarta :lol , namun nggak nutup kemungkinan para jamaah yg hadir itu berasal/punya ktp jakarta.

Gua langsung mikir, "loh, kok malah kampanye? kan belum saatnya dan bukan tempatnya juga." aneh bin ajaib emang. ini masjid loh pak. ini tangerang loh.

Bukan cuma itu, sang khotib berlanjut menyinggung masalah surat al-maidah ayat 51 yg diucapkan ahok lewat video yg sempat menjadi viral itu, bahkan sampai saat ini. Menurut gua, itusih wajar kalo dia ngomongin hal tersebut. tapi, setelah itu dia membawa-bawa agama lain. menjadikan itu sebagai "bahan omongan". dalem hati gua langsung bilang " wah, gesrek ini khotibnya". masa agama orang lain dibawa-bawa dan ada kesan seperti menjelek-jelekan.  perasaan, ngga ada tuh agama islam dijelek-jelekan sama agama lain di tempat-tempat ibadah mereka masing-masing di Indonesia. lah, ini kenapa sebaliknya?

Kemudian si ustadz pun bercerita tentang sebuah survey yang dilakukan oleh seseorang yang tidak dijelaskan sumbernya, dimana isi dari survey tersebut menempatkan Nabi Muhammad saw pada peringkat ke-7, kalau tidak salah dengar. Namun, ia tidak menyampaikan secara penuh informasi terkait berita tersebut, dan hanya sepotong-sepotong, Sepertinya cerita tersebut dipakai sebagai penggiring untuk masuk ke dalam cerita selanjutnya yaitu seperti yang sudah gua jelaskan sebelumnya. Sebenarnya gua mengetahui apa yang sedang dibicarakan sang khotib, gua hanya mendengarkan saja. Padahal, survey tersebut adalah survey untuk mengetahui tokoh idola dari tiap-tiap orang di dunia.

Setelah perhitungan dilakukan, majalah tersebut dengan berani menerbitkan itu dimana peringkat Nabi Muhammad berada di peringkat ke-7. Jika bicara pantas /tidak pantas, jelas itu tidak pantas atau tidak etis. Karena survey itu menyangkut hal yang sensitif, yaitu agama.

Sebenarnya tidak salah mereka mengadakan survey tersebut, analoginya seperti ketika gua ditanya "siapa tokoh idola anda?" kemudian gua menjawab "Lionel Messi", apa gua salah? karena konteks dari survey tersebut adalah ingin mengetahui tokoh idola yang menjadi inspirasi masyarakat saat itu, jadi sebenarnya bukan salah majalah tersebut menempatkan Nabi Muhammad di peringkat ke-7 karena manusia memiliki sifat subjektif, hanya saja tidak etis ketika hasil tersebut diterbitkan. 

Karena  si Ustadz tidak menjelaskan secara penuh informasi yang ia sampaikan, dan di potong-potong sesuai apa yang ingin ia sampaikan, bukan tidak mungkin para jamaah yang datang akan terpengaruh dan bukan tidak mungkin juga jamaah tersebut langsung mengambil sikap (dalam hal ini mengikuti si Ustadz)

Dan melihat gaya si Ustadz, kenapa ketika berkhotbah harus melantangkan suara keras-keras? malah itu tadi lebih pas gua bilang "teriak-teriak", kenapa harus mengepalkan tangan dan menunjuk ke arah kiri dan kanan? seperti ber orasi di panggung besar. sebenarnya hal tersebut tidak pantas, karena nabi Muhammad SAW pun tidak seperti itu ketika berkhutbah. Pernyataan barusan gua kutip dari Kyai H. ........ lupa namanya (hehe)

Mungkin Ustadz yang mimpin khotbah tadi itu lebih sesuai untuk  disebut "oknum berkepentingan", bukankah negara ini punya semboyan bhinneka tunggal ika? bukankah negara kita berbentuk republik dan menganut sistem demokrasi? Sebenernya sih mau merekam apa yang diucapkan oleh ustadz tersebut memakai handphone, cuman karena gua sedang di rumah Allah tidak atau bukan pada tempatnya juga, dan kalo gua lakuin, jadi sama-sama salah.

Seorang Imam besar Masjidil Haram saja pernah menganalogikan pemain bola yang sedang bermain di lapangan. "Apakah anda pernah melihat mereka sibuk dengan telepon genggamnya? ataupun menyempatkan diri untuk kepinggir lapangan untuk melihat telepon genggamnya? Saya pun tidak pernah melihat itu. Namun hari ini, disini, di rumah Allah (Masjid), saya mendengarnya" begitu lah kira-kira.
Penutup dari saya,

"di situasi seperti ini, rasanya sulit membedakan mana yg sedang berdakwah, dan mana yg sedang berpolitik."

Begitupun dengan postingan ini,
sekian.


0 komentar: